8 Perbedaan Kurban dan Aqiqah Menurut Al-Quran dan Hadis

Perbedaan kurban dan aqiqah nampaknya masih menjadi pertanyaan yang membingungkan di masyarakat. Hal itu sangat wajar mengingat keduanya sama-sama berhukum sunnah muakkad. Dan secara dhohir keduanya juga memiliki kesamaan menyembelih hewan. Walau memiliki beberapa persamaan, nyatanya kurban dan aqiqah sangatlah berbeda lho.

Secara bahasa, kurban berarti dekat. Maksudnya, kurban adalah ibadah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan menurut istilah, kurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan tiga hari tasyriq setelahnya 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Baca juga: Intip 5 Hikmah dan Makna Kurban yang Jarang Disadari

Berbeda dengan kurban, pengertian aqiqah secara bahasa adalah memotong. Ibadah ini dilaksanakan oleh orang tua dalam rangka syukuran atas kelahiran anak mereka. Selain menyembelih hewan, mereka juga memotong rambut bayi dan mentahniknya. Agar lebih jelas, berikut ini adalah 8 perbedaan kurban dan aqiqah menurut Al-Quran dan Hadis, yaitu:

1. Tujuan Disyariatkannya

tujuan disyariatkan kurban dan aqiqah

Perbedaan kurban dan aqiqah yang pertama adalah dari sisi tujuan syariatnya. Di mana kurban dilaksanakan dalam rangka memperingati pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Sebagaimana tercatat dalam Al-Quran,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”  Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Shafaat: 102).

Sedangkan Aqiqah dilaksanakan oleh orang tua dalam rangka bersyukur atas kelahiran buah hatinya. Sebagaimana dijelaskan dalam Hadis HR. Bukhori. No 5049:

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ وَقَالَ حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ وَقَتَادَةُ وَهِشَامٌ وَحَبِيبٌ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ عَاصِمٍ وَهِشَامٍ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ الرَّبَابِ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَوَاهُ يَزِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ قَوْلَهُ وَقَالَ أَصْبَغُ أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ حَدَّثَنَا سَلْمَانُ بْنُ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’man berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad dari Sulaiman bin Amir. Ia berkata,

“Pada anak lelaki ada kewajiban aqiqah.”

Baca Juga: Cara Aman dan Nyaman Kurban Online di Tengah Pandemi

Dan-Hajjaj berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad berkata, telah mengabarkan kepada kami Ayyub dan Qatadah dan Hisyam dan Habib dari Ibnu Sirin dari Salman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan-berkata tidak satu orang dari Ashim dan Hisyam dari Hafshah binti Sirin dari Ar Rabab dari Salman bin Amir Adl Dlabiyyi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Yazid bin Ibrahim juga menceritakan dari Ibnu Sirin dari Salman perkataannya, dan Ashbagh berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb dari Jarir bin Hazim dari Ayyub As Sakhtiyani dari Muhammad bin Sirin berkata, telah menceritakan kepada kami Salman bin Amir Adl Dlabbi ia berkata.

Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada anak lelaki ada kewajiban ‘aqiqah, maka potongkanlah hewan sebagai aqiqah dan buanglah keburukan darinya.” (HR. Bukhori. No 5049)

2. Jenis Hewan yang Digunakan

Perbedaan kurban dan aqiqah selanjutnya adalah mengenai jenis hewan yang digunakan. Untuk kurban jenis hewan yang digunakan ada 3, yaitu: unta, sapi, dan kambing atau domba. Sedangkan pada aqiqah, jenis hewan yang disembelih hanyalah kambing atau domba saja. Untuk kondisi hewan yang dikurbankan relatif sama, yaitu sehat dan tidak cacat.

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya. (HR. Tirmidzi No. 1505)

وَعَنِ اَلْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: – “أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا  وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي” – رَوَاهُ اَلْخَمْسَة ُ . وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان َ

Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan berkata, “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” (HR. Abu Daud No. 2802)

3. Jenis Hewan yang Disembelih

Mengenai jumlahnya, terdapat perbedaan kurban dan aqiqah, yaitu satu ekor sapi atau unta boleh dijadikan kurban untuk 7 orang, dan kambing atau domba hanya boleh untuk 1 orang. Namun niat dan pahalanya boleh diniatkan untuk diberi kepada satu keluarga.

perbedaan aqiqah dan kurban

Sedangkan, untuk aqiqah jumlahnya disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Untuk bayi laki-laki disunnahkan menyembelih 2 ekor kambing atau domba. Sedangkan untuk bayi perempuan jumlahnya hanya 1 ekor kambing atau domba.

مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ ، عَنْ الْغُلامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ ، وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

“Siapa yang dikarunia seorang anak, dan dia ingin menyembelih untuknya, hendaknya dia menyembelih. Untuk anak lelaki dua kambing yang cukup. Dan untuk anak wanita satu kambing.” (HR. Albany)

4. Perbedaan Kurban dan Aqiqah pada Waktu Penyembelihan

Perbedaan kurban dan aqiqah berikutnya adalah waktu penyembelihan. Ibadah kurban dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan dilanjutkan dengan Hari Tasyrik 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Sedangkan, Aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan. .

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud No. 2838)

5. Perbedaan Kurban dan Aqiqah Pada Jumlah Pelaksanaan yang Disyariatkan

Perbedaan kurban dan aqiqah ada pada pelaksanaannya

Perbedaan kurban dan aqiqah jika dilihat dari jumlah pelaksanaannya adalah untuk kurban dilaksanakan setahun sekali, bagi muslim yang memiliki kecukupan rezeki dan tidak dibatasi berapa jumlah hewan yang dapat dikurbankan. Sedangkan untuk aqiqah, dilaksanakan hanya sekali seumur hidup yaitu pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan. Dan jika sudah melaksanakannya maka tidak perlu melakukannya lagi.

6. Upah Bagi Penyembelih

Pada kurban, orang yang menyembelih tidak diberikan upah, biasanya hanya menerima daging dari hewan kurban yang ia sembelih. Dan untuk aqiqah, penyembelih hewan aqiqah boleh meminta upah kepada yang orang yang melaksanakan aqiqah.

7. Pemberian Daging

perbedaan kurban dan aqiqah - Fakir miskin sebagai penerima daging kurban

Dalam pemberian daging, juga terdapat perbedaan kurban dan aqiqah. Di mana untuk kurban, sepertiga daging menjadi hak pekurban, dan boleh dinikmati. Dan selebihnya penerima daging kurban diutamakan untuk kaum dhuafa dan fakir miskin.

“Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS.Al-Hajj:36)

Berbeda dengan kurban, daging aqiqah diberikan dalam keadaan matang dan siap dinikmati. Dan tidak ada ketentuan khusus, boleh untuk siapa saja, baik itu saudara, tetangga, ataupun fakir miskin.

8. Perbedaan Kurban dan Aqiqah pada Wujud Daging yang Diberikan

Seperti yang sudah lazim kita ketahui, pembagian daging kurban selalu dalam kondisi mentah. Hal ini sangat berbeda dengan daging aqiqah yang justru harus dalam keadaan matang. Biasanya daging aqiqah diolah menjadi sate ataupun gulai, dan dilengkapi dengan nasi, sayur dan buah saat akan diberikan kepada orang lain.

Demikianlah 8 perbedaan kurban dan aqiqah menurut Al-Quran dan Hadis. Semoga dapat menambah informasi dan juga semangat melaksanakan ibadah kurban dan aqiqah.

Baca Juga: Simak! Inilah Tata Cara Kurban Haji yang Tidak Boleh Terlewat

Menjelang hari raya Idul Adha, Dompet Dhuafa juga telah menyediakan layanan kurban yang mempermudah masyarakat dan memberikan manfaat yang luas, bahkan penerimanya menjangkau seluruh pelosok negeri. Tunggu apa lagi, yuk segera berkurban di Dompet Dhuafa!

Tata Cara Kurban Saat Pandemi dalam Islam

Hari raya Idul Adha tahun ini nampaknya masih sama dengan tahun kemarin. Di mana kita harus merayakan Lebaran Haji di tengah suasana pandemi. Biar ibadah kurban semakin maksimal, jangan lupa untuk perhatikan tata cara sembelih kurban saat pandemi berikut ini ya!

Pada dasarnya Islam telah mengatur tata cara kurban sedemikian rupa, agar ibadah mulia yang kita lakukan di bulan Dzulhijjah ini bisa memberikan manfaat yang luar biasa, baik kepada pekurban ataupun penerima kurban.

Secara harfiah, kata ‘kurban’ berasal dari kata ‘kurbani’ yang berarti dekat. Dalam bahasa Arab, hewan penyembelihan dikenal dengan istilah Udhiyah atau Dhahiyyah yang merujuk pada unta, sapi, dan kambing.

Baca juga: Simak! Inilah Tata Cara Kurban Haji yang Tidak Boleh Terlewat

Kegiatan menyembelih hewan kurban dilaksanakan sesuai dengan tata cara kurban yaitu pada Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) setelah salat Id dan dilanjutkan sampai tiga hari tasyrik yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Menyembelih kurban tak hanya dilakukan sebagai cara untuk menyempurnakan ibadah, namun juga memperingati kisah Nabi Ibrahim saat mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih putranya, Ismail.

Keutamaan dalam ibadah kurban yang dilaksanakan setahun sekali ini juga tergambar dalam hadist Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan dia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami,” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Fatwa MUI tentang Tata Cara Kurban Saat Pandemi

Karena Idul Adha 2021 ini dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19, masyarakat diimbau untuk tetap menaati protokol kesehatan dan mematuhi tata cara kurban saat pandemi yang dianjurkan, termasuk dalam prosesi penyembelihan kurban dan pembagian dagingnya.

Laki-laki muslim yang berkurban disunahkan untuk menyembelih sendiri hewan kurbannya, jika ia mampu. Namun, jika ia belum mampu, boleh menyerahkan proses penyembelihan ke rumah jagal terpercaya yang menerapkan protokol kesehatan. Sedangkan muslimah yang berkuban disunahkan untuk mewakilkan penyembelihan hewan kepada yang mampu.

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengajurkan protokol kesehatan yang harus dijalankan, yang tertuang dalam Fatwa Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah Covid-19.

Baca Juga: Jenis Hewan Kurban dan 7 Syarat Sah yang Wajib Diperhatikan

Poin-poin protokol kesehatan dan tata cara sembelih kurban saat pandemi sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 36 Tahun 2020 adalah

  1. Orang-orang yang terlibat dalam proses penyembelihan harus saling jaga jarak (physical distancing) dan mencegah terjadinya kerumunan.
  2. Selama kegiatan penyembelihan kurban berlangsung, panitia pelaksana harus menjaga jarak fisik, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun di area penyembelihan, setiap akan mengantarkan daging kepada penerima, dan sebelum pulang ke rumah.
  3. Penyembelihan kurban dapat dilaksanakan dengan bekerja sama dengan rumah potong hewan dengan menjalankan ketentuan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.
  4. Apabila memang tidak memungkinkan untuk bekerja sama dengan rumah potong hewan maka penyembelihan kurban boleh dilakukan di area khusus dengan memastikan pelaksanaan protokol kesehatan, aspek kebersihan, dan sanitasi, serta kebersihan lingkungan.
  5. Pelaksanaan penyembelihan kurban bisa mengoptimalkan keleluasaan waktu selama empat hari, mulai setelah pelaksanaan salat Iduladha, 10 Zulhijjah hingga sebelum maghrib pada 13 Zulhijjah.
  6. Pendistribusian daging kurban dilakukan dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan.

Selain Fatwa MUI, Pemerintah juga telah mengeluarkan pedoman penyembelihan dan tata cara kurban di tengah pandemi yang tertera dalam Surat Edaran Nomor SE. 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Tahun 1441 H Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Pedoman ini diberlakukan agar penyembelihan hewan kurban berjalan lancar, aman, dan terbebas dari penyebaran Covid-19. Berikut panduan dan syarat yang perlu diperhatikan saat menyembelih hewan kurban:

Tata Cara Kurban Menerapkan Protokol Kesehatan

Sebelum penyembelihan dimulai, panitia dan penyelenggara wajib mengukur suhu tubuh di pintu masuk yang dilakukan oleh petugas. Panitia harus menggunakan masker, pakaian lengan panjang, dan sarung tangan selama berada di area penyembelihan. Tak hanya itu, panitia wajib mengedukasi panitia lainnya untuk tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut. Panitia juga diwajibkan untuk mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin.

1. Menjaga jarak

Memotong hewan kurban di area yang luas dan memungkinkan untuk menerapkan jaga jarak atau physical distancing. Selain itu, penyelenggara juga wajib mengatur kepadatan dan kerumunan di lokasi penyembelihan. Panitia wajib menjaga jarak saat memotong, menguliti, mencacah, mengemas hingga mendistribusikan daging kurban.

2. Memperhatikan Kebersihan Alat

Saat memotong, menguliti, mencacah, panitia harus memperhatikan kebersihan peralatan. Salah satunya dengan menyemprotkan disinfektan ke seluruh peralatan sebelum dan sesudah digunakan. Satu alat harus digunakan oleh satu orang. Apabila panitia terpaksa meminjam peralatan lain, maka harus disemprotkan disinfektan.

Dengan mengetahui pedoman dan tata cara kurban saat pandemi, semoga ibadah kurban dan perayaan Idul Adha tahun ini bisa berjalan dengan maksimal.

Alhamdulillah, Dompet Dhuafa juga telah menyediakan layanan kurban online untuk memudahkan masyarakat yang ingin beribadah kurban di masa pandemi. Detailnya, langsung cek di sini!