Aqiqah dan Kurban, Mana yang Harus Didahulukan?
Aqiqah dan Kurban adalah hal yang sering diperbincangkan saat memasuki hari raya kurban. Apalagi Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah sebentar lagi tiba. Tentunya banyak dari para sahabat yang sudah menyiapkan uang untuk berkurban.
Tetapi saat hendak berkurban, tentu ada juga para sahabat yang teringat belum sempat mengaqiqahkan anaknya. Bahkan mungkin ada pula sahabat yang belum diaqiqahkan oleh orang tuanya hingga dewasa. Jika sudah begitu biasanya muncul pertanyaan mana yang harus didahulukan? Kurban atau aqiqah?
Kedudukan Aqiqah dan Kurban
Agar sahabat tak kebingungan, tentu harus mengetahui terlebih dulu kedudukan antara aqiqah dan kurban. Aqiqah dalam istilah agama berarti penyembelihan hewan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerahnya, dengan niat dan syarat-syarat tertentu.
Biasanya aqiqah dilakukan saat anak berusia tujuh hari. Tetapi ada juga yang baru mengaqiqahkan anaknya pada hari ke-14 atau ke-20 usai kelahiran sang anak. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya. Perbedaan pendapat ini muncul karena adanya perbedaan pemahaman terhadap hadis-hadis mengebai aqiqah.
Ada Sebagian ulama yang menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah wajib dan ada pula ulama yang menyatakan hukumnya sunah muakkadah (sangat utama).
Bagi ulama yang menyatakan aqiqah bersifat waib, mereka beralasan bahwa orang tua merupakan pihak yang menanggung nafkah si anak. Mereka mengambil dasar hukumnya dari hadis Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi yang berbunyi: “Anak yang baru lahir itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, dan pada hari itu juga hendaklah dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Sementara itu, ulama seperti Imam Syafi’I yang berpendapat bahwa aqiqah hukumnya sunah muakkadah mengacu pada hadis yang berbunyi: “Barang siapa di antara kamu ingin bersedekah buat anaknya, bolehlah ia berbuat.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasai).
Kemudian, ulama seperti Abu Hanifah (Imam Hanafi) berpendapat bahwa aqiqah tidak wajib dan tidak pula sunah, melainkan termasuk ibadah yang berisfat sukarela.
Pendapat ini dilandaskan kepada hadis yang berbunyi: Aku tidak suka sembelih-sembelihan (akikah). Akan tetapi, barang siapa dianugerahi seorang anak, lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu, dia dipersilakan melakukannya. (HR Al-Baihaki).
Sementara itu kurban ialah menyembelih hewan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah pada waktu yang ditentukan, yakni dimulai setelah shalat Idul Adha sampai tanggal 13 Dzulhijah. Sahabat tentunya mengetahui ibadah kurban tak lepas dari peristiwa yang terjadi saat Nabi Ibrahim AS hendak menyembelih putranya Nabi Ismail AS atas perintah Allah SWT.
Saat itu Allah memuji keteguhan hati Nabi Ibrahim yang rela menuruti perintahnya untuk mengorbankan Nabi Ismail. Allah pun mengganti tubuh Nabi Ismail dengan seekor kambing. Peristiwa itu kemudian terus diperingati lewat ibadah kurban di Hari Raya Idul Adha.
Baca Juga: 8 Perbedaan Kurban dan Aqiqah Menurut Al-Quran dan Hadis
Secara hukum, kurban sifatnya sunnah muakad bila mengacu pada mazhab Syafi’i. Namun bila mengacu pada mazhab Hanafi, kurban siftnya wajib bagi yang mampu.
Dalil hukum mengenai ibadah kurban difirmankan Allah SWT dalam QS Al Kautsar ayat 2 yang berbunyi: Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Selain itu Rasulullah SAW pun bersabda: “Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain Rasulullah juga bersabda: Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting). (HR Muslim). Nah, terlepas dari perdebatan ulama mengenai hukum kurban, bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berkurban berdasarkan dalil-dalil di atas.
Tak Ada yang Perlu Didahulukan
Setelah mengetahui kedudukan dan hukum aqiqah dan kurban, sahabat bisa menarik kesamaan dan perbedaan antara ibadah kurban dan aqiqah. Dari segi kesamaan, aqiqah dan kurban sama-sama bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keduanya juga sama-sama dianjurkan dalam Islam, khususnya bagi sahabat yang memiliki rezeki berlebih.
Bedanya, secara prinsip tujuan aqiqah adalah mensyukuri karunia Allah berupa anak kita yang terlahir ke dunia. Lewat aqiqah, kita bersyukur kepada Allah SWT sekaligus berbagi kebahagiaan dengan kerabat, tetangga, dan kaum dhuafa. Sedangkan kurban bertujuan untuk mengingatkan kita kepada peristiwa Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya Nabi Ismail AS.
Dengan mengingat peristiwa itu, kita diajak untuk merenungkam bahwa kita harus siap mengorbankan apapun yang diperintahkan Allah, sekalipun itu adalah milik kita yang paling berharga. Hal itu terlihat dari kerelaan Nabi Ibrahim mengorbankan putra yang disayanginya karena patuh terhadap perintah Allah SWT.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Kurban Online dalam Islam?
Jadi, ibadah kurban hendak mengajak manusia untuk menjadikan perintah Allah sebagai yang paling utama dalam kehidupan. Sekaligus juga berbagi kebahagiaan dengan para kaum dhuafa yang jarang bisa menikmati hidangan dari daging.
Sehingga, karena keduanya sama-sama dianjurkan dan Sebagian besar ulama tidak mewajibkannya, baik aqiqah maupun kurban tidak harus saling didahulukan. Bila waktu mendekati Hari Raya Idul Adha, ada baiknya sahabat berkurban terlebih dahulu. Bila waktu masih jauh dari Hari Raya Idul Adha, sahabat bisa mengumpulkan uang lebih dulu untuk melaksanakan aqiqah.
Semua pilihan Kembali kepada sahabat semua untuk menentukan apakah kurban lebih dulu atau aqiqah lebih dulu. Dan tak ada yang salah dengan mendahulukan salah satunya sebab keduanya saling melengkapi.
Apakah sahabat ada rencana untuk menunaikan ibadah kurban di tahun ini? Yuk, tunaikan bersama Dompet Dhuafa yang akan menyebarkan kurban sahabat ke penerima manfaat di seluruh Indonesia. Kurban mudah, cepat, dan amanah.